PUBLIKA TANJUNG SELOR – Perkara pidana tambang ilegal dengan terdakwa korporasi PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) memasuki tahap akhir. Sidang pembacaan putusan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 28 Juli 2025 di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor Kelas IB.
Sebelumnya, sidang duplik dari pihak terdakwa telah digelar pada Rabu, 23 Juli 2025, hanya berselang 2 hari kerja sebelum pembacaan vonis. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut PMJ dengan denda pidana sebesar Rp 50 miliar, disertai pidana tambahan berupa kewajiban reklamasi dan pemulihan lingkungan.
PMJ dinilai telah melakukan penambangan di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang sah, bahkan sebagian kegiatan berlangsung di wilayah negara dan dalam area IUP serta IPPKH milik PT Mitra Bara Jaya (MBJ).Fakta persidangan menunjukkan bahwa PMJ telah melakukan akivitas penambangan ilegal sejak 2016 hingga 2019, dengan menggunakan surat dari pemerintah desa yang ternyata dak sah.
Mantan Kepala Desa Bebatu dalam kesaksiannya menyatakan bahwa tidak pernah mengeluarkan izin pembukaan lahan seperti yang diklaim PMJ. Tak hanya soal legalitas, kasus ini juga mencatat catatan buruk dalam hal keselamatan kerja.
Tiga pekerja tambang dilaporkan meninggal dunia akibat longsor pada tahun 2019, 2021, dan 2022. Salah satu pejabat operasional tambang, JR, yang menjabat sebagai Kepala Teknik Tambang, telah ditahan dan mengakui adanya pelanggaran prosedur operasional.
Dampak lingkungan pun sangat serius. Bekas area tambang kini berubah menjadi danau seluas 1,3 hektare dengan kedalaman mencapai 70 meter di wilayah negara, serta kerusakan parah pada 7,6 hektare lahan milik MBJ.
Direktur PT Mitra Bara Jaya, Imelda Budia�, menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya menyangkut kerugian perusahaan, tapi juga kerugian negara. “Ini bukan sekadar soal antar korporasi. Negara kehilangan potensi penerimaan, dan wilayah sah kami dirusak. Kami meminta hukum ditegakkan dengan adil,” ujarnya.
Imelda juga menyerukan pentingnya penangnya keberpihakan negara terhadap perusahaan yang patuh terhadap regulasi.
“Kegiatan PMJ terjadi di luar konsesi resmi mereka. Namun dampaknya justru kami yang menanggung,” tegasnya.
Selain potensi kerugian negara dari sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sumber daya alam, MBJ juga mengalami kerugian material dan imaterial yang signifikan.Nama Juliet Kristianto Liu turut mencuat dalam perkara ini. Ia diduga sebagai tokoh kunci di balik aktivitas PMJ dan kini telah ditetapkan sebagai buronan (DPO) serta masuk dalam daftar Red Notice Interpol.Perkara ini menjadi sorotan publik, khususnya masyarakat Kalimantan Utara, yang berharap pada tegaknya hukum dan keadilan.