Gimana Mau Jadi Negara Maju? Sembako Saja RI Masih Impor

MADE

PUBLIKA.CO.ID.JAKARTA. – Indonesia masih banyak mengimpor barang-barang pangan hingga Juni 2024, mulai dari beras hingga daging ayam.Impor bahan pangan itu berpotensi membebani devisa Indonesia di tengah terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, masih berpotensi menekan daya beli masyarakat karena harganya akan terkerek perubahan kurs.

“Dan ini apabila kita tidak memprepare terkait dengan berbagai macam resiko yang ada ke depan, kita mungkin akan kehilangan momentum apabila kita memang mengejar target jangka panjang Indonesia Emas 2045,” kata Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo dalam program Profit CNBC Indonesia, Senin (15/07/2024)US$ 228,45 juta atau naik 91,71% dari catatan bulan yang sama pada tahun lalu.

Baca juga   Polda Kepri Terbitkan DPO Atas Nama Ahmad Ritonga 

Sementara itu, dari Januari-Juni 2024 impor beras sudah mencapai US$ 1,67 miliar atau naik 196,34% dari catatan pada Januari-Juni 2023 sebesar US$ 56578 juta.

Mengutif catatan Badan Pusat Statistik(BPS),Untuk Beras saja Indonesia Sudah Mengimpor Senilai US$ 228,45 juta atau Naik 91,71% Daging ayam juga telah diimpor senilai US$ 51,37 ribu oleh Indonesia pada Juni 2024, atau naik 491% dibanding Juni 2023. Dari Januari-Juni 2024 telah senilai US$ 51,39 ribu atau naik 91,98% dari periode yang sama tahun lalu.

Baca juga  Kapolresta Barelang Gelar Konferensi Pers, Ungkap TSK Peredaran Narkotika Jenis Sabu Seberat 4.054,3 Gram dan Ekstasi Sebanyak 900 Butir

Adapula jenis lembu yang diimpor pada Juni 2024 sebesar US$ 46,46 juta atau naik 19,99%, sedangkan pada Januari-Juni 2024 sudah mencapai US$ 238,04 juta, naik 29,28%.

Banjaran mengatakan, masih tingginya impor bahan pangan itu tentu harus menjadi catatan pemerintahan presiden mendatang untuk segera menciptakan kemandirian pangan yang kuat.

“Karena dari beberapa periode ini yang menjadi catatan terutama kita sebagai ekonom melihat perekonomian Indonesia adalah peningkatan net impor untuk agriculture atau food related items, baik untuk sifatnya konsumsi atau produksi,” tutur Banjaran.

Baca juga  Sertijab Pejabat Polda dan Kapolres,Jajaran Polda Jawa Timur

Tanpa itu, ia menganggap Indonesia masih akan rentan terhadap gejolak harga bahan pangan bergejolak, sebab perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun terakhir juga makin meninggikan risiko krisis pangan, seperti yang terjadi akibat fenomena La Nina.

“Awal tahun ini sampai dengan tahun lalu kita terkena La Nina Effect di mana kita missing di pola panen yang bergeser. Akhirnya produktivitas dari dalam negeri, misalnya untuk agraria menurun, itu yang membuat tahun lalu dan mungkin juga awal tahun ini kita melakukan impor beras,” tegasnya.(IB.S)

Baca Juga

Bagikan:

Tags