Juliet Kristianto Liu Cs Ajukan Praperadilan, Diduga Upaya Mengulur Kasus Tambang Ilegal Rp 85 Miliar

Sabtu, 9 Agustus 2025

TANJUNG SELOR – Pemegang saham sekaligus pengendali PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ), Juliet Kristianto Liu bersama dua pengurus perusahaan, Yusuf dan Joko R, mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka.

Berdasarkan data laman resmi sipp.pn-jakartaselatan.go.id, sidang perdana dijadwalkan pada 11 Agustus 2025. Gugatan ini disinyalir menjadi langkah hukum untuk menunda proses perkara agar tidak segera berlanjut ke tahap berikutnya.

PMJ, perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kalimantan Utara, selama beberapa tahun terakhir tercatat kerap melanggar ketentuan hukum dan keselamatan kerja. Serangkaian kecelakaan kerja fatal akibat longsor tambang terjadi pada 2019 hingga 2022. Dalam salah satu insiden, tim BPBD Tana Tidung dan Basarnas sempat mengalami penolakan saat akan melakukan pencarian korban. Kepala teknik tambang PMJ berinisial JR ditahan setelah mengakui bahwa kegiatan tambang dilakukan tidak sesuai ketentuan teknis maupun prosedur keselamatan.

Baca juga  Kapolda Serap Aspirasi Masyarakat di Poskamling

Selain pelanggaran keselamatan, PMJ terbukti melakukan penambangan tanpa izin pada 2018–2020 di wilayah negara dan area konsesi milik PT Mitra Bara Jaya (MBJ). Tiga somasi resmi yang dilayangkan MBJ sejak 2018 hingga 2021 diabaikan, begitu pula dengan surat teguran dan rekomendasi dari Ditjen Minerba pada 2021. Pada 2023, MBJ melaporkan dugaan penambangan ilegal dan perusakan lingkungan kepada Mabes Polri, yang menjadi awal proses hukum hingga ke meja hijau.

Selama penyidikan berlangsung, perhatian publik tertuju pada Juliet Kristianto Liu yang diketahui sebagai pemilik dan pengendali utama PMJ. Juliet menghilang dari Indonesia dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), kemudian ditetapkan sebagai buronan internasional melalui red notice Interpol. Setelah lebih dari setahun melarikan diri, Juliet ditangkap di Bandara Internasional Changi, Singapura, pada 26 Juli 2025 saat hendak bepergian ke luar negeri.

Baca juga  Syarwani Bupati Bulungan: Sukseskan Pemberian Vaksin Polio Bagi Anak Tgl -23-29 Juli 2024

Proses hukum berlanjut di PN Tanjung Selor. Pada 28 Juli 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis bersalah terhadap PMJ atas pelanggaran Pasal 158 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Perusahaan dijatuhi denda pokok pidana sebesar Rp 50 miliar dan tambahan denda kerusakan lingkungan Rp 35 miliar, sehingga total denda mencapai Rp 85 miliar. Kedua jenis denda harus dibayar dalam waktu satu bulan, dengan ketentuan dapat diperpanjang satu bulan untuk denda lingkungan. Apabila tidak dibayar, harta benda korporasi akan disita dan dilelang untuk menutupi kewajiban tersebut.

Pertimbangan hakim menyebutkan bahwa penambangan ilegal dilakukan di luar wilayah izin usaha pertambangan PMJ dan diketahui oleh pengurus serta pemegang saham. Kegiatan itu disamarkan dengan pembukaan lahan kas desa di Bebatu tanpa pelaporan dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Akibatnya, negara mengalami kerugian karena wilayah negara dibuka tanpa izin dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tidak masuk ke kas negara. MBJ juga mengalami kerugian karena tidak dapat menambang di wilayahnya, meski tetap diwajibkan membayar PNBP.

Baca juga  Kapolda Kaltara Apresiasi Dukungan PT. PKN terhadap Program Harkamtibmas, Kunjungi Site Tambang di Desa Apung

Majelis hakim menilai PMJ tidak kooperatif dan melakukan upaya sistematis untuk menutupi pelanggaran. Putusan ini diharapkan menjadi peringatan bagi pelaku usaha pertambangan agar mematuhi ketentuan hukum demi melindungi keselamatan pekerja, menjaga kelestarian lingkungan, dan memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara sah dan bertanggung jawab. (Rdi)

Bagikan:
Berita Terkait