TANJUNG SELOR,PUBLIKA.CO.ID. – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Utara (Kaltara) akhirnya menyampaikan hasil kesimpulan, terkait laporan dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu calon anggota DPRD Kota Tarakan terpilih, berinisial SS.
Disebutkan, berdasarkan Pasal 49 ayat 1 Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2202, Bawaslu Kaltara merekomendasikan terlapor (SS) ke Polda Kaltara.
Komisioner Bawaslu Kaltara Fadliansyah mengatakan, berkaitan dengan tindak lanjut laporan ini, telah dilakukan pertemuan oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), yang terdiri dari Bawaslu Kaltara, Polda Kaltara dan Kejati Kaltim pada Kamis (15/8/2024).
Tindak lanjut dari rapat tersebut, kata Fadliansyah, selanjutnya digelar rapat pleno pada Jumat (16/8/2024). “Yang kami jadikan dasar. Yakni, hasil penyelidikan Polda Kaltara dan hasil pembahasan sentra gakkumdu serta hasil kajian dari tim penanganan pelanggaran Bawaslu Kaltara,” kata Fadliansyah kepada awak media, Senin (19/8/2024).
Berdasar hasil pleno, ungkap Fadliansyah, Bawaslu Kaltara menyimpulkan bahwa kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilaporkan, tidak dinaikkan ke tahap penyidikan oleh kepolisian, karena terdapat beberapa barang bukti (BB) yang belum terpenuhi.
“Minimal dibutuhkan dua alat bukti untuk bisa naik ke tahap penyelidikan. Secara formil, dugaan ijazah palsu kurang kuat,” ungkapnya.
Meski demikian, kata Fadliansyah lagi, berdasar hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi ketidakobjektifan dan ketidakakuntabelan pada proses pendaftaran. Terutama dalam program pendidikan kesetaraan (paket) A, B, dan C.
Selain itu, dalam proses standar kelulusan paket B, dilakukan persyaratan untuk melampirkan rapor.
“Hasil pemeriksaan, terungkap bahwa baik dari PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) maupun terlapor, tidak ada rapor yang dilampirkan,” bebernya.
Atas dasar itu, Bawaslu Kaltara merekomendasikan dugaan pelanggaran pidana, terkait Peraturan Pemerintah (PP) 17 Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 97 Tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional.
“Tetapi, rekomendasi ini sifatnya masih dugaaan,” tegasnya.
Fadliansyah mengatakan, sesuai petunjuk teknis (juknis), meskipun masih bersifat dugaan atau mengandung peraturan perundang udangan lainnya, Bawaslu dapat merekomendasikan kepada instansi yang berwenang untuk menindaklanjuti.
“Terlapor mengaku telah menempuh pendidikan formal hingga kelas 5 semester genap. Namun, kami tidak mendapat bukti berupa rapor dari terlapor,” ungkapnya.
Apabila terbukti melanggar regulasi, pelaku dapat dijatuhkan hukuman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta, sesuai Pasal 69 pada peraturan tersebut.
Dia menambahkab, apabila putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, yang bersangkutan berpotensi dilakukan penggantian antar waktu (PAW).
“Jika terbukti dan mendapatkan putusan inkrah, hal tersebut menjadi dasar KPU untuk melakukan proses PAW pada yang bersangkutan,” imbuhnya.
Seperti diberitakan, warga bernama M Andi Darmawan, melapor ke Bawaslu Kaltara, dengan didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum Harapan Keadilan Kalimantan Utara (LBH-HANTAM).
Dalam laporan Nomor 005/LP/PL/Prov/24.00/VIII/2024, menyebutkan salah satu Caleg terpilih berinisial SS, diduga menggunakan ijazah palsu saat mendaftarkan dirinya di KPU Tarakan, sebagai persyaratan mendaftar sebagai calon anggota DPRD dari Dapil 4, Tarakan Utara.
Ketua LBH-HANTAM, Alif Putra Pratama yang mendampingi kliennya mengatakan, pihaknya menduga kuat Caleg inisial SS menggunakan ijazah paket C palsu saat mendaftar di KPU Kota Tarakan.
Ia mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima kliennya, jika SS ini mendaftar sebagai peserta didik paket C pada tahun 2016.
Sedangkan, ijazah yang digunakannya saat mendaftar sebagai Caleg Dapil 4 di KPU Tarakan adalah keluaran atau lulus di tahun 2017. Artinya, ia menempuh pendidikan Paket C jenjang SMA sederajat hanya 1 tahun.
Sementara, ungkap dia, berdasarkan Permendikbud Nomor 21 tahun 2011, pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa program pendidikan paket C ini adalah program pendidikan dengan masa tempuh tiga tahun dalam jalur non formal. (MD)