Publika.co.id.Denpasar-Mauritius,sebuah negara kecil di benua Afrika, memberikan sebuah teladan yang mengagumkan tentang bagaimana kekuatan pendidikan dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan sebuah negara. Pernyataan bahwa “menghancurkan pendidikan berarti menghancurkan sebuah Negara” tidak bisa dianggap enteng.
Penegasan itu disampaikan Kepala BPMP Bali, I Made Alit Dwitama,S.T, M.Pd., saat kegiatan Kolaborasi Penguatan Forum Pemangku Kepentingan Sekolah Penggerak Kota Denpasar tahun 2024 yang diselenggarakan di b Hotel Bali & Spa, Jl. Imam Bonjol No. 508, Rabu (24/7/2024).
Menurut Alit Dwitama konsep ini terasa begitu relevan ketika melihat bagaimana Mauritius memperlakukan pendidikan sebagai layanan mendasar yang harus diakses oleh setiap warga negaranya tanpa memandang latar belakang ekonomi mereka. Dalam konteks Mauritius, pendidikan tidak dipandang sebagai komoditas yang diperjualbelikan, melainkan sebagai investasi jangka panjang bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Digambarkan, untuk menghancurkan sebuah bangsa tidak perlu dengan bom atom atau dengan roket jarak jauh, tetapi dengan merendahkan kualitas pendidikan dan membiarkan pelajar berbuat curang. Sehingga pasien meninggal di tangan dokter yang lulus dengan curang. Rumah-rumah roboh di tangan insinyur yang lulus dengan curang.
Kerugian harta yang banyak di tangan akuntan yang lulus dengan curang. Agama mati di tangan tokoh agama yang lulus dengan curang. Keadilan hilang di tangan hakim yang lulus dengan curang. Dan menyebarnya kebodohan diantara pelajar di tangan guru yang lulus dengan curang.
‘’Bahwa merendahkan kualitas pendidikan atau membiarkan praktik curang merajalela akan membawa dampak yang merugikan bagi masyarakat. Dan, menggambarkan dengan jelas betapa bahayanya jika pendidikan dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang tidak etis,’’ ujarnya.
Kisah sukses Mauritius,Lanjut Alit Dwitama, memberikan inspirasi bagi negara-negara lain, untuk berinvestasi dalam pendidikan sebagai kunci untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Program Sekolah Penggerak, lanjut Alit Dwitama, merupakan katalis untuk mewujudkan visi pendidikan Indonesia yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. “Untuk menciptakan Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global, melalui program ini kita awali dengan menciptakan sumber daya manusia (kepala sekolah dan guru) yang unggul,” ujar Alit Dwitama.
Secara umum,Gambaran akhir Program Sekolah Penggerak lanjut Alit Dwitama, akan menciptakan hasil belajar di atas level dari yang diharapkan dengan lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif dan menyenangkan. “Melalui pembelajaran yang berpusat pada murid, kita akan ciptakan perencanaan program dan anggaran yang berbasis pada refleksi diri, refleksi guru, sehingga terjadi perbaikan pada pembelajaran dan sekolah melakukan pengimbasan,” kata Alit Dwitama. (IB.S)