Kupang,Publika.co.id – Eks KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ipda Rudy Soik, membeberkan penanganan kasus BBM subsidi yang diduga melibatkan sejumlah anggota Polda NTT. Akibatnya, Rudy mendapat demosi ke luar wilayah NTT selama tiga tahun dan dituduh karaoke bersama istri orang.
“Itu kewenangan sangat keterlaluan. Tidak mengkaji dari sisi prestasi dalam pengungkapan sejumlah kasus besar yang pernah saya tangani,” ujar Rudy kepada wartawan di Kota Kupang, Selasa (3/9/2024).
Rudy menjelaskan penertiban mafia BBM subsidi jenis solar berawal pada Sabtu (15/6/2024). Saat itu, Polresta Kupang Kota mendapat informasi dari warga terkait kelangkaan BBM di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Belu hingga Kota Kupang
Atas laporan itu, Rudy langsung menyampaikannya kepada Kapolresta Kupang Kota Kombes Aldinan Manurung. Kepada Rudy, Aldinan menyampaikan agar segera melakukan penyelidikan.
“Informasi yang kami peroleh itu bahwa ada penimbun-penimbun solar yang didistribusikan ke wilayah perbatasan (TTU dan Belu). Sehingga saya sampaikan kepada Bapak Kapolresta bahwa ada keterlibatan anggota (polisi) di kasus ini, jadi beliau bilang sudah kamu tegak lurus saja (sikat mafia BBM), maka saya dikuatkan dengan surat perintah tugas dari Bapak Kapolresta Kupang Kota,” jelas Rudy.
Rudy menegaskan surat perintah tugas itu bukan direkayasa oleh dirinya, tetapi ditandatangani oleh Kombes Aldinan Manurung. Sehingga tidak ada rekayasa, tetapi atas perintah pimpinan.
“Bukan saya menciptakan atau merekayasa. Tidak, sama sekali karena semuanya atas perintah beliau (Aldinan Manurung),” tegas Rudy.
Selanjutnya, dia langsung mengumpulkan sejumlah data untuk memperkuat penyelidikan BBM. Sehingga baru terungkap, para pengepul menggunakan kode QR milik Law A Gwan, seorang pengusaha di Cilacap, Jawa Tengah.
“Setelah kami buka, siapa itu Law A Gwan? ini lah Law A Gwan (yang kode QR miliknya digunakan untuk membeli BBM subsidi di NTT),” beber Rudy sembari menunjukan foto Law A Gwan.
Temukan Drum untuk Timbun BBM
Puncaknya pada Selasa (25/6/2024) sekitar pukul 11.02 Wita, Rudy pun memimpin 12 anggota Satreskrim Polresta Kupang Kota langsung begerak ke lokasi penimbunan BBM yang terletak di Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.
Di sana, mereka menemukan sejumlah drum dan jeriken yang digunakan untuk menimbun BBM. Seusai itu, mereka langsung menuju ke Master Piece, tempat makan yang jaraknya sekitar 100 meter dengan Polda NTT untuk makan siang dan evaluasi.
Rudy meyakini adanya keterlibatan anggota Polresta Kupang Kota dan Ditkrimsus Polda NTT dalam kasus itu. Sehingga, ia memerintahkan Kasubditnya untuk tetap memimpin sejumlah anggotanya ke tempat penampungan milik Ahmad Ansar.
Mereka kemudian makan bersama di Master Piece. Sebab, sejumlah anggotanya belum makan siang. Selanjutnya Rudy pun menghubungi AKP Yohanes Suhardi yang saat itu sebagai Kasat Reskrim Polresta Kupang Kota agar menuju ke master piece.
Sembari menunggu kedatangan Yohanes Suhardi, Rudy lantas menghubungi dua rekan polwan yang bertugas di Polda NTT untuk makan siang bersama. Kemudian, belasan anggotanya juga langsung ditarik kembali ke master piece untuk evaluasi.
“Master piece itu, sudah sering saya diperintahkan untuk melayani ibu-ibu Bhayangkari untuk makan bersama bila ada kegiatan di Mapolda NTT karena jaraknya sangat dekat. Ini kalau bilang saya bohong, silakan kita cek CCTV karena ini tempat biasa-biasa saja karena saya pesan makanan juga atas nama Polresta Kupang Kota,” ujar Rudy.
Namun, Rudy melanjutkan, saat Yohanes Suhardi bersama belasan anggotanya tiba, ternyata anggota Propam Polda NTT sudah berada di tempat parkiran. Tetapi, belasan anggotanya langsung dicegat oleh Propam agar tidak boleh masuk.
Berselang beberapa menit kemudian, anggota Propam itu langsung masuk mengecek Rudy bersama Yohanes Suhardi dua polwan tersebut. Hal ini, menurut Rudy bukan operasi tangkap tangan (OTT) oleh Propam, melainkan cuman pengecekan biasa.
“Jadi tidak ada yang namanya penangkapan, tetapi cuman cek saja dan mereka bilang lagi buat apa? Oh lagi makan, nanti ke kantor saja,” kata Rudy menirukan perkataan anggota Propam itu.
“Saat itu saya merasa curiga kenapa anggota saya tidak masuk, setelah saya cek mereka sampaikan bahwa kami dilarang oleh Propam dan meminta kami untuk segera pulang karena Provost mau ke sini,” tambah Rudy.
Rudy mengaku atas kedatangan Propam itu, mereka justru dijebak. Tetapi, Rudy menegaskan, keberadaan mereka di Master Piece pun sudah diketahui oleh Aldinan Manurung dan didasari surat perintah yang masih berlaku dan belum dibatalkan sampai saat ini.
“Jadi kami merasa ada surat perintah pun bisa digugurkan dengan kekuatan propam seperti cara itu. Nyatanya kami yang terlibat penyelidikan BBM semuanya dimutasi,” terang Rudy.
Penyelidikan yang dilakukan Rudy tak berakhir sampai di situ. Tepatnya pada Kamis (27/6/2024), Rudy bersama anggotanya langsung memasang garis polisi di rumah Ahmad Ansar yang merupakan tempat menimbun BBM. Hal itu juga atas pengetahuan Yohanes Suhardi dan Aldinan Manurung selaku pimpinan Rudy.
“Kenapa saya pasang garis polisi karena anggota saya Bripka Muhamad Sukalumba alias Ados terbukti menerima suap dari Ahmad Ansar ada Ahmad ini membeli BBM dengan kode QR orang lain yang secara fakta melawan hukum,” kata Rudy.
Ahmad Ansar, kata Rudy, selama berkecimpung dalam penimbunan BBM, ia bekerja sama dengan Algazali Munandar. Sehingga saat diinterogasi, baru terungkap, Algazali mengaku bekerja sama dengan Ahmad dan Ditkrimsus Polda NTT untuk menjalankan bisnis BBM yang ilegal.
“Saya anggap ini membahayakan institusi polri, maka saya pasang polisi line karena ini masif terjadinya kelangkaan BBM di NTT selama beberapa pekan saat itu,” ungkap Rudy.
Tuduhan Karaoke dengan Istri Orang
Rudy mengatakan setelah pemasangan garis polisi di rumah Ahmad Ansar, Bidang Propam (Bidpropam) Polda NTT langsung memanggil Rudy untuk diproses kode etik dengan tuduhan masuk tempat karaoke bersama istri orang saat jam dinas.
Berjalannya waktu, Rudy pun menjalani sidang kode etik dan putusannya adalah demosi tiga tahun ke luar wilayah NTT dan dipatsus selama 14 hari dengan pemberatan pengungkapan mafia TPPO pada 2014 lalu yang menyatakan tidak profesional.
“Padahal kasus yang saya tangani 11 tahun lalu itu adalah kasus perdagangan orang dan putusannya bebas. Itu juga sudah ada pemutihan hingga saya naik pangkat dari Brigpol ke Ipda,” terang Rudy.
Menurut Rudy, penanganan kasus TPPO itu, ia bersama Kombes Mochamad Slamet, eks Dirkrimsus Polda NTT berbeda pendapat dalam penanganan kasus tersebut. Padahal, PT Malindo Mitra Perkasa sebagai perekrut TKI ilegal dengan korbannya antara lain Mariance Kabu, Orni Nati, Sofia Nati, Sertania Amtahan, Maria Oktovina Baru dan Adelina Sau.
Saat itu, Mochamad Slamet menilai masalah tersebut cuman pelanggaran administrasi, tetapi Rudy mengatakan itu adalah pidana. Tetapi, kasus tersebut melibatkan Irjen Marten Mandalikan dan eks Dirkrimum Polda NTT Kombes Sam Kawengian.
Sedangkan Benny Hutajulu saat itu sebagai Kasubdit Tipikor Ditrimsus Polda NTT. Rudy menyebut Benny yang saat ini sebagai Dirkrimsus Polda NTT juga punya kedekatan dengan PT Malindo Mitra Perkasa yang di mana mobil operasional dari PT Malindo Mitra Perkasa dikirim oleh Irjen Marten Mandalikan kepada Kombes Sam Kawengian untuk merekrut para TKI.
“Waktu itu Benny Hutajulu anak buah langsung Kombes Mochamad Slamet yang mempunyai kedekatan dengan Sary Taka, rekan dari PT Malindo Mitra Perkasa,” jelas Rudy.
“Apakah itu bukan perdagangan orang. Ini yang harus pimpinan melihat dengan cermat karena kasus saat itu yang saya ungkap semuanya untuk kepentingan masyarakat NTT karena berdampak besar di mana banyak TKI yang disiksa hingga tewas,” sambung Rudy.
Perlawanan Rudy Soik di Kasus Demosi
Rudy menegaskan putusan kode etik dari Polda NTT untuk demosi itu, Rudy menolak karena semua tuduhannya tidak mendasar. Sebab, saat itu, Rudy bersama belasan anggotanya sedang malakukan serangkaian penyelidikan BBM ilegal.
Selain itu, Rudy bersama kuasa hukumnya melakukan banding, peninjauan kembali (PK) dan PTUN agar mendapat kepastian hukum. Sebab, Rudy menilai kasus tersebut adalah bentuk kriminalisasi terhadap bawahan saat sedang melaksakan tugas penyelidikan tindak pidana kejahatan.
“Semoga Bapak Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga bisa membaca memori banding saya karena saya ditutup ruang untuk bertemu langsung Kapolda bersama Wakapolda dan Kabid Propam, itu sangat sulit bagi saya,” akui Rudy.
“Saya juga dituduh dalang dibalik aksi demonstrasi di Jakarta hingga berujung tidak lulusnya anak Kapolda NTT dalam catar Akpol 2024,” tandas Rudy.
Polda Sebut Salahi Aturan
Diberitakan sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap eks Kasat Reskrim AKP Yohanes Suhardi dan eks KBO Ipda Rudy Soik menyalahi aturan dalam penyelidikan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM). Keduanya memasang garis polisi di rumah warga bernama Algazali Munandar dan Ahmad Ansar di Kota Kupang, NTT.
“Di lokasi kejadian (rumah Algazali Munandar dan Ahmad Ansar) tidak ditemukan adanya kejadian tindak pidana dan barang bukti (BBM),” ungkap Kabid Humas Polda NTT Kombes Ariasandy saat konferensi pers di Mapolda NTT, Senin (2/9/2024).
Ariasandy menjelaskan audit investigasi dan gelar perkara terkait ketidakprofesionalan dalam penyelidikan penyalahgunaan BBM dilakukan berdasarkan surat perintah Kabid Propam Polda NTT. Berdasarkan hasil gelar perkara itu, ditemukan ketidakprofesionalan yang dilakukan oleh Rudy Soik.
Dalam penyelidikan BBM yang dilakukan oleh Satresktrim Polresta Kupang Kota, Rudy Soik tidak dapat menunjukkan administrasi penyelidikan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Sehingga perkara tersebut ditindaklanjuti ke pemeriksaan dan pembuatan laporan polisi. Kemudian yang bersangkutan (Rudy Soik) diproses dan segera mendapatkan kepastian hukum,”jelas Ariashandy dilansir detikbali. (Rdk)