PUBLIKA, Jembrana – Sebanyak 51 desa/kelurahan dan 64 desa adat di Kabupaten Jembrana kini memiliki Bale Kertha Adhyaksa. Peresmian fasilitas ini dilakukan secara serentak pada Rabu (11/6/2025) di Ballroom Gedung Kesenian Ir. Soekarno. Bale Kertha Adhyaksa didirikan sebagai wadah untuk menyelesaikan masalah hukum di tingkat desa dan desa adat. Pendekatan yang diusung adalah musyawarah yang didasari oleh kearifan lokal.
Peresmian dihadiri Gubernur Bali, I Wayan Koster, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana, serta Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan. Inisiatif ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan Tinggi Bali dalam mendukung tata kelola desa yang adil, terutama dalam pengawasan penggunaan dana desa. Tema peresmian kali ini adalah “Optimalisasi Peran Kejaksaan dalam Membangun Desa”
Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan, menyatakan apresiasinya terhadap kehadiran Bale Kertha Adhyaksa. Ia menyebutnya sebagai “langkah cerdas menjawab tantangan sosial dan hukum di desa adat, dengan pendekatan musyawarah dan nilai-nilai lokal.” Menurut Bupati Kembang, Bale Kertha Adhyaksa akan menjadi ruang strategis untuk mediasi dan edukasi hukum bagi masyarakat.
Diharapkan, Jembrana dapat menjadi percontohan dalam penyelesaian masalah hukum berbasis kearifan lokal, yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat desa yang lebih adil, damai, dan harmonis. “Kami mendukung sepenuhnya. Kehadiran Bale ini akan memperkuat koordinasi antara penegak hukum dan masyarakat adat, serta menjaga kondusifitas wilayah,” tambah Bupati Kembang.

Senada dengan itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Ketut Sumedana, menjelaskan bahwa pembentukan Bale Kertha Adhyaksa merupakan kelanjutan dari program penyuluhan hukum yang telah berjalan. “Kami kini membangun tempat penyelesaian konflik di desa. Ini selaras dengan peran bendesa adat dan lembaga kerta desa, dengan tujuan memperkuat kelembagaan adat dalam menyelesaikan persoalan di tingkat lokal,” jelas Sumedana.
Sumedana juga menambahkan bahwa seluruh desa adat di Bali akan dilibatkan aktif. “Jika mekanisme ini berjalan baik, maka sebagian besar persoalan desa bisa diselesaikan secara musyawarah tanpa perlu masuk ke proses hukum formal, kecuali untuk perkara-perkara berat,” ujarnya.
Gubernur Bali, Wayan Koster, menyambut baik inisiatif ini. Ia menekankan bahwa desa adat di Bali telah diperkuat melalui peraturan daerah (Perda) yang mengatur kelembagaan desa adat, termasuk lembaga kerta desa. Menurutnya, upaya ini mencerminkan sinergi antara lembaga hukum dan pemerintah daerah dalam memperkuat peran kelembagaan adat sebagai benteng penyelesaian konflik di tingkat lokal, sekaligus memperkokoh tatanan sosial dan hukum di Bali yang berbasis kearifan lokal.
“Sekarang tinggal bagaimana kita mendorong penguatan kerta desa ini dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, agar fungsinya berjalan optimal,” tutup Gubernur Koster. (MD)