Kunjungan Spesial dari Penyintas Peristiwa G30S/65 ke Taman 65 Denpasar

Jumat, 21 Februari 2025

PUBLIKA DENPASAR-Pada tanggal 21 Februari 2025, Taman 65 menerima kunjungan yang sangat istimewa dari Bapak Mangku Geria, seorang penyintas yang selamat dari tragedi ayunan klewang tameng pada peristiwa G30S/65 di Karangasem, kabupaten paling timur pulau Bali. Dengan usia 80 tahun, Jero Mangku Geria berbagi pengalaman dan cerita tentang pengalaman tragis yang dialaminya saat peristiwa berdarah tersebut terjadi di bukit Rendang.

Kehidupan Seni dan Budaya Jero Mangku Geria Dikenal sebagai seorang seniman tabuh dan maestro kendang, Jero Mangku Geria telah memberikan kontribusi yang berharga dalam bidang seni dan budaya di kampungnya. Beliau pernah membentuk kelompok tari Janger yang terdiri dari 10 penabuh laki-laki dan 30 penari perempuan. Saat peristiwa G30S/65 terjadi, sembilan penabuh tari janger lainnya dibantai, namun Jero Mangku Geria diselamatkan karena keunikannya sebagai orang yang paham tata cara adat istiadat di desa.

Baca juga  Bripda Septi Setyaningsih Ukir Prestasi sebagai Juara 3 Judo Kelas -57 kg di Ajang Kasad Cup 2024

Pengorbanan yang Harus DilakukanUntuk bisa tetap hidup, Jero Mangku Geria dipersyaratkan untuk menceraikan istrinya, Ni Komang Suwita, yang merupakan anggota Gerwani dan saat itu tengah hamil tiga bulan. Ni Komang Suwita ditahan tanpa proses pengadilan dan melahirkan putrinya, Ni Putu Sari, di Penjara Pekambingan di Jalan Diponegoro, Denpasar. Meskipun telah berlalu waktu, kenangan akan pengorbanan dan penderitaan yang dialami oleh keluarga ini tetap membekas dalam ingatan Jero Mangku Geria dan masyarakat kampung.

Tragedi Genosida dan Pelanggaran HAM Berat Tragedi G30S/65 di Karangasem menelan korban yang begitu besar, termasuk 103 suami yang dibantai dan dihilangkan. Mereka adalah kaum petani kecil yang hidup sederhana, mencintai kampung halaman dan menjalankan tradisi adat serta ajaran pertanian warisan leluhur. Propaganda Orde Baru pada masa itu menyebabkan para suami dibantai, istri-istri dijandakan, dan masyarakat kampung terperangkap dalam kekejaman dan kebrutalan rezim yang tidak manusiawi.

Baca juga  Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat, Digantikan Anton Charliyan Yang Juga Pembina Media Jurnal Polisi

Harapan dan Kepedulian Generasi MudaKehadiran Jero Mangku Geria, Ni Putu Sari, dan Gde merupakan kesempatan langka bagi generasi muda Taman 65 untuk belajar dan memahami sejarah tragis yang pernah terjadi di tanah air. Melalui berbagi cerita masa lalu, diharapkan kesadaran akan pentingnya menjaga perdamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap HAM dapat tumbuh dalam hati anak-anak muda Indonesia. Keberanian dan ketulusan membuka luka masa lalu ini merupakan langkah awal untuk memperjuangkan keadilan dan menghormati korban-korban yang telah berjuang.

Baca juga  Kapolres Bogor Janji Usut Tuntas KDRT Intan Nabila: Kawal Kami

Penghargaan dan Terima Kasih dan Kita semua mengucapkan terima kasih kepada Jero Mangku Geria, Ni Putu Sari, dan Gde atas keberanian dan ketulusan mereka dalam berbagi kisah masa lalu yang pahit namun berharga. Semoga mereka sehat selalu dan semangatnya dalam menyampaikan pesan perdamaian dan keadilan terus mengilhami kita semua untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Sugeng siang, suksma, terima kasih atas kedatangan dan cerita yang luar biasa.(Rdk)

Bagikan:
Berita Terkait