Lawan Aksi Intimidasi Wartawan, Radar Bali dan PENA NTT Tegakkan Keadilan Melalui Jalur Hukum,Ini Kata Kabid Humas Polda Bali

Minggu, 6 Juli 2025


PUBLIKA BALI— Dikomfirmasi Media Publika Kabid humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy oknum Polwan Polda Bali Aipda Putu EA bersama I Nyoman S alias Dede, 45, yang diduga Mengintimidasi Andre S, wartawan Jawa Pos Radar Bali, Iya masalahnya sementara dalam penanganan propam Polda Bali ujar Ariasandy kabid humas polda bali kepada Media publlika.co.id.

Kejadian intimidasi yang dialami oleh wartawan Jawa Pos Radar Bali, Andre S, bukan hanya sekedar persoalan individu. Ini merupakan peringatan keras terhadap kebebasan pers yang menjadi pilar utama demokrasi. Saat Andre memenuhi undangan resmi Kapolda Bali untuk meliput Hari Bhayangkara ke-79, seharusnya ia mendapat perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan tugas jurnalistik. Namun, kejadian di lapangan justru menunjukkan sebaliknya; intimidasi oleh oknum Polwan Polda Bali bersama seorang oknum wartawan lain, Dede, yang juga merupakan pemilik media, mengganggu proses peliputan yang profesional.

Sementara itu Dede, oknum wartawan sekaligus mengaku pemilik media ini, diduga selain intimidasi, menyerang pribadi dan profesi, juga menghalangi tugas jurnalis Jawa Post.

Saat itu, Jawa Pos Radar Bali memberitakan terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan anggota DPRD Karangasem, terhadap Dede pada 4 Mei lalu.

“Berita tersebut imbang atau cover both side karena ada laporan polisi, pernyataan anggota DPRD Karangasem, dan konfirmasi ke Dede lengkap dimuat,’ kisahnya.

Jadi masalah saat HUT Bhayangkara 1 Juli 2025, Dede datang dan intimidasi Andre terkait berita itu. Dalam kronologi yang Andre sampaikan, bahwa Dede juga menelepon oknum anggota Polwan Polda Bali untuk mengikuti dirinya yang sementara berada dengan Andre di Lapangan Renon. Di situ terjadi dugaan intimidasi oleh si Polwan terhadap produk jurnalistik yang ditulis Andre 

Dengan Gagah Polwan ini sempat mengintervensi Andre, dengan sejumlah pertanyaan bak seorang penyidik di Mapolda Bali. la bertanya mengapa Andre menulis laporan polisi terkait Dede. Dia bertanya berita ini dari mana, kenapa ada berita, jumpa persnya legal atau ilegal. “Apa kapasitas si polwan bertanya seperti itu. Urusannya apa dia. Berita ini tidak menyangkut pribadi dia, kenapa dia mencampurinya,” jelas Djoko.

Baca juga  Terpeleset Saat Mandi, Pria Tewas di Aliran Sungai Unda 

Djoko Heru Setiyawan, Pemimpin Redaksi Jawa Pos Radar Bali, intimidasi semacam ini tidak hanya melanggar hak Andre sebagai wartawan tetapi juga melanggar prinsip dasar kemerdekaan pers yang dijamin konstitusi. Dalam laporan yang diterima pihak redaksi, Andre menghadapi tekanan berlebihan berupa pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya interogatif dan upaya intervensi atas informasi yang telah dipublikasikan terkait dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan Dede.

Yang memperparah situasi adalah keterlibatan oknum Dede, yang secara tidak langsung juga memengaruhi jalannya intimidasi tersebut. Sebagai oknum wartawan dan pemilik media, Dede diduga melakukan serangan pribadi serta menghalangi tugas jurnalistik Andre. Konflik kepentingan ini menjadikannya sebagai aktor kunci dalam kasus ini sekaligus mencoreng nama baik profesi wartawan yang sejatinya menjunjung tinggi kode etik dan independensi.

Dalam dinamika kasus ini, tindakan Dede dipertanyakan karena ia melakukan pemerasan terhadap sejumlah korban lain, yang sekaligus berimbas negatif terhadap citra profesi wartawan secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya pelaporan ke Polda Bali  yang dilakukan oleh Jawa Pos Radar Bali bersama PENA NTT Bali selain menuntut keadilan atas intimidasi yang dialami Andre, juga diharapkan dapat membersihkan citra institusi pers dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Dukungan terhadap Andre Wartawan Radar Bali dan upaya penegakan keadilan ini melibatkan berbagai organisasi pers terkemuka di Bali, sebagaimana disampaikan oleh Djoko Heru Setiyawan. PENA NTT Bali, Ukhuwah Jurnalis Bali (UJB), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, dan elemen jurnalis lainnya berperan aktif mendampingi serta memberi perlindungan moral dan hukum untuk Andre. Solidaritas ini sangat penting demi menjaga integritas profesi dan mencegah berulangnya intimidasi serupa di masa depan.

Baca juga  Cacat Konstruksi Bangunan Pasar Bukan Tanggungjawab Pemkab Jembrana

Ketua PENA NTT Bali, Agustinus Apollonaris Klasa Daton alias Apollo, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membiarkan peristiwa intimidasi ini berlalu begitu saja tanpa adanya respon yang tegas. “Ini bukan persoalan personal semata, tetapi merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap kebebasan pers dan marwah profesi jurnalis,” tegas Apollo. Pernyataan tersebut mengindikasikan tekad organisasi-organisasi pers untuk mengawal proses hukum hingga tuntas.

Rencana pelaporan resmi ke Polda Bali yang dijadwalkan dilakukan pada Senin (7/7) menjadi momentum kritis buat memperlihatkan komitmen solusi hukum atas kekerasan verbal dan intimidasi yang menimpa Andre. Tim hukum Jawa Pos Radar Bali dan PENA NTT Bali tengah merumuskan materi laporan guna memastikan pasal-pasal yang sesuai diterapkan. Mereka berupaya agar perlindungan hukum ini menjadi preseden penting dalam penanganan pelanggaran terhadap kebebasan pers.

Fokus utama laporan ini adalah mendesak kepolisian Polda Bali  mengusut tuntas dugaan praktik pemerasan yang dilakukan Dede, yang dinilai tidak hanya merugikan individu tapi juga melemahkan kredibilitas wartawan di mata publik. Upaya ini diharapkan dapat memberi efek jera bagi oknum-oknum Polisi yang menyalahgunakan profesi jurnalistik untuk kepentingan pribadi dan menegakkan kembali citra jurnalis sebagai pengawal kebenaran.

Intimidasi ini  betapa rapuhnya posisi wartawan di lapangan ketika dihadapkan dengan ancaman dari berbagai pihak, termasuk aparat keamanan yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. Perlindungan hukum dan keamanan bagi wartawan adalah mutlak diperlukan agar mereka bisa menjalankan tugas jurnalistiknya secara bebas dan objektif, tanpa rasa takut.

Menurut aturan Undang-Undang Pers di Indonesia, wartawan berhak untuk mendapatkan perlindungan, terutama dalam menjalankan fungsi kontrol sosial dan pemberitaan yang berimbang. Oleh sebab itu, seluruh elemen masyarakat termasuk pihak kepolisian diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab ini untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif bagi kebebasan pers.

Selain langkah hukum, kasus ini membuka ruang evaluasi terkait penguatan etika profesi wartawan dan sinergi antara institusi pers dengan aparat keamanan. Edukasi dan dialog terbuka harus rutin dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman yang berujung pada tindakan intimidasi yang merugikan.

Baca juga  Larangan Perundungan Dalam MPLS,Ujar Kadis Disdikpora Denpasar 

Organisasi pers juga perlu memperkuat mekanisme internal pengawasan agar anggotanya yang berpotensi merusak citra tidak bebas bertindak. Penegakan kode etik yang konsisten terhadap seluruh wartawan, termasuk mereka yang juga memiliki peran sebagai pemilik media seperti Dede, penting dilakukan demi menjaga martabat profesi.

Dukungan luas dari komunitas pers di Bali memberi harapan bahwa kebebasan pers akan tetap terjaga dan keadilan dapat ditegakkan melalui jalur hukum. Namun, tantangan masih besar terutama menghadapi budaya intimidasi dan pemerasan yang kadang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan jurnalis atau aparat keamanan.

Terpisah Bli Made Pimpinan Media Publika Kasus ini menjadi momentum penting bagi semua pihak untuk berkomitmen menghapus praktik-praktik intimidasi dan membangun sinergi yang positif demi kemajuan pers Indonesia yang sehat dan berkeadilan. Dalam konteks tersebut, peran masyarakat luas pun krusial dalam mendukung dan mengawasi keberlangsungan praktik jurnalistik yang profesional dan bebas dari intervensi.

Kasus intimidasi terhadap wartawan Andre S yang terjadi di Bali bukan hanya menjadi persoalan individu tetapi sebuah pertaruhan bagi prinsip kebebasan pers yang harus dijunjung tinggi dalam negara demokrasi. Melalui jalur hukum yang ditempuh oleh Jawa Pos Radar Bali bersama PENA NTT Bali, diharapkan muncul kejelasan dan keadilan yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh elemen pers maupun aparat keamanan.

Intimidasi terhadap wartawan adalah serangan langsung terhadap kemerdekaan informasi dan hak publik untuk mengetahui kebenaran. Karena itu, seluruh pihak wajib bersatu menolak segala bentuk intimidasi dan memperkuat mekanisme perlindungan agar profesi wartawan dapat berjalan dengan baik demi kepentingan masyarakat luas dan demokrasi yang sehat.

Penulis: Made Wahyu Rahadia 

Bagikan:
Berita Terkait