Menyoal Perundungan di Kedokteran: Apa Itu Senioritas dan Dampaknya bagi Mahasiswa?

MADE

Kematian dokter Program Pendidikan Dasar Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (UNDIP) mencuri perhatian publik. Kasus tersebut memicu obrolan terkait aksi senioritas di kedokteran. Lantas, apa itu senioritas dan dampaknya? Simak penjelasan berikut ini!

Seorang dokter muda PPDS Anestesi UNDIP berinisial ARL ditemukan meninggal di indekosnya pada Senin (12/8/2024) malam. Ia  diduga kuat bunuh diri dengan menyuntikkan obat ke tubuhnya.

Polisi menemukan tiga bekas suntikan di tubuh ARL. Menurut hasil visum, ada sisa obat untuk memperlemah otot yang kaku. Tak ada bekas luka kekerasan, tetapi ada tanda-tanda mati lemas. Meski begitu, polisi belum bisa menentukan penyebab pasti kematiannya karena pihak keluarga tidak bersedia untuk dilakukan autopsi.

Banyak pihak yang menyebut bahwa korban bunuh diri lantaran tak tahan atas bullying yang dialaminya selama menempuh pendidikan. Hal tersebut berdasarkan isi dari buku harian yang ditemukan di kamar kos ARL. 

Isi buku harian tersebut menyatakan bahwa korban merasa berat dalam menghadapi pelajaran dan senior-seniornya di PPDS Anestesi UNDIP. Bahkan ia sudah mencurahkan isi hatinya kepada ibunya, termasuk keinginannya untuk resign karena sudah tidak kuat.

Baca juga  Suami Cut Intan Nabila Pelaku KDRT Ditangkap di Hotel Kemang Jaksel!

“Ada upaya untuk menggali motif kalau misalnya itu adalah sengaja bunuh diri. Otomatis sebagai tenaga medis kan tahu berapa ukuran atau seberapa bahaya obat-obat terhadap yang bersangkutan,” ujar Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar pada Jumat (16/8/2024).

Menyoal apa itu senioritas

Kematian ARL menimbulkan diskursus di media sosial terkait perundungan yang terjadi di lingkup kedokteran. Banyak netizen yang menceritakan tentang senioritas yang mengarah pada perundungan.

“Niat baik harus dikerjakan dengan cara baik. Membentuk mental baja bukan dengan bully,” tulis artis sekaligus dokter bedah, dr. Tompi melalui unggahan di X pada Sabtu (17/8/2024).

Menurut The Balance Careers, senioritas–di tempat kerja–adalah lamanya waktu seseorang mengabdi dalam pekerjaan. Semakin lama seseorang bekerja di perusahaan, maka dianggap semakin senior. Hal ini juga berlaku dalam dunia pendidikan, di mana kakak kelas lebih senior dibanding adik kelasnya.

Di dunia pendidikan, senioritas bisa dijumpai pada masa pengenalan lingkungan kampus. Hal ini sudah terjadi sejak masa kolonial. Kala itu, School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) yang memulai tradisi perpeloncoan antara mahasiswa lama dengan mahasiswa baru.

Baca juga  Kiai di Gresik Lecehkan Remaja Korban Pencabulan Akhirnya Masuk Penjara

Para murid baru harus memanggil senior dengan sebutan “Tuan”. Tak tanggung-tanggung, mereka juga harus mengelap sepatu, mengatur dipan, mengisi lampu, hingga menjadi kurir para senior.

Aksi perpeloncoan serupa masih sering ditemui di pendidikan sekarang. Hal inilah yang membuat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengubah kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) menjadi Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).

Tujuan PKKMB adalah memperkenalkan dan menyiapkan mahasiswa baru dalam proses transisi menjadi mahasiswa dewasa dan mandiri. Selain itu, PKKMB juga mempercepat adaptasi mahasiswa dengan lingkungan baru.

Dampak senioritas

Berikut dampak negatif dari senioritas di lingkup pendidikan:

  • Kesempatan yang kurang adil

Seseorang yang lebih senior akan memeroleh kesempatan lebih besar untuk mencoba hal baru. Alasannya dikarenakan senior lebih paham dan lebih berpengalaman alih-alih melihat skill dari junior. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi junior karena merasa tidak mendapat kesempatan untuk upgradediri.

  • Tindakan mendominasi
Baca juga  Ini yang Terjadi Jika Kotak Kosong Menang Lawan Calon Tunggal

Senior merasa lebih berkuasa dan kuat dibanding junior. Ia bisa bertindak semena-mena yang tak jarang merugikan juniornya. Sebagai pihak yang lemah, junior terpaksa harus mengikuti kemauan senior meski tidak sesuai dengan nilai hidupnya. Ini dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya, rendah diri, dan dendam.

  • Balas dendam

Budaya senioritas telah mengakar dengan dalih menerapkan kedisiplinan. Padahal, tindakan yang dilakukan memiliki motif balas dendam atas apa yang dialami sebelumnya. Mereka yang berstatus senior saat ini adalah junior pada masa lalu. Siklus seperti ini memang sulit untuk dihentikan.

  • Solidaritas yang salah

Solidaritas adalah sifat satu rasa karena senasib. Sifat ini seharusnya bisa berdampak positif untuk saling mendukung. Namun, solidaritas juga dapat berdampak negatif jika merugikan orang lain secara berkelompok.

Memutus rantai senioritas memang bukan perkara mudah, apalagi jika sudah menjadi budaya yang mengakar. Perlu adanya rasa saling menghormati dan menciptakan relasi setara sebagai pembelajar di kampus. Alih-alih mendominasi, senior dan junior dapat saling berkolaborasi agar hubungan menjadi lebih positif dikutif narasi.

Baca Juga

Bagikan:

Tags