Denpasar,Publika.co.id. – Berakhir sudah petualangan dua warga negara (WN) Uganda berinisial FN (24) dan RKN (26) serta seorang warga Rusia berinsial IT (22). Ketiganya ditangkap petugas imigrasi lantaran menjadi pekerja seks komersial (PSK) di Bali.
FN, RKN, dan IT menjajakan diri dengan sistem open booking out (BO) melalui sebuah situs. Adapun, IT memasang tarif kencan US$ 600 atau sekitar Rp 9 juta per jam. Sedangkan, RKN dan FN mematok tarif US$ 400 atau sekitar Rp 6 juta untuk sekali berhubungan badan.
“Mereka menyalahgunakan izin tinggal dengan dugaan jadi pekerja seks komersial,” kata Kepala Imigrasi Denpasar Ridha Sah Putra saat konferensi pers di kantornya, Selasa (27/8/2024).
Ketiga orang asing itu ditangkap di sebuah hotel di Kota Denpasar. Petugas juga mengamankan sejumlah barang bukti seperti kondom, paspor, hingga bukti percakapan via WhatsApp (WA).
Ridha menuturkan ketiga perempuan asing itu tidak saling kenal dan baru pertama kali berkunjung ke Pulau Dewata. Menurutnya, FN dan RKN baru saling kenal saat tiba di Bali.
Berkomunikasi dengan Pelanggan via WA
Ridha menerangkan tiga perempuan asing itu berkomunikasi dengan calon pelanggannya via WA. Setelah sepakat, mereka berjanji bertemu di hotel dengan pria hidung belang yang membutuhkan jasanya.
Menurut Ridha, operator situs tempat mereka menjajakan diri diduga dikelola oleh seseorang di luar negeri. “Kami tidak menemukan ada konten pornografi. Saat menjajakan diri, mereka juga tidak menentukan apakah pelanggannya orang bule atau lokal,” ungkapnya.
Ridha mengungkapkan IT mendarat di Indonesia berbekal visa on arrival (VoA) yang berlaku hingga 25 Agustus 2024. Kemudian, RKN dan FN tiba di Bali berbekal visa izin tinggal kunjungan (ITK) sejak Juli 2024. Izin tinggal RKN dan FN berlaku hingga 6 Oktober 2024 dan 26 September 2024.
“Niat mereka (datang di Indonesia) apa, masih kami dalami. Yang jelas mereka menyalahi aturan izin tinggal dengan bekerja sebagai PSK,” kata Ridha.
Kini, IT, RKN, dan FN menunggu waktu untuk dideportasi dari Bali. Tak hanya itu, ketiganya juga diusulkan masuk daftar pencegahan dan penangkalan.
Petugas imigrasi juga menangkap dua warga Uganda lainnya berinisial JN (34) dan SA (48). Mereka ditangkap terkait kasus prostitusi di kawasan Kuta dan Seminyak, Badung, Bali, Jumat (16/8/2024).
“Berdasarkan informasi, ada dugaan pelanggaran izin tinggal yang dilakukan oleh dua orang tersebut terkait dengan prostitusi,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, Suhendra, dalam keterangannya, Senin (19/8/2024).
Penangkapan SA dan JN berawal saat petugas imigrasi berpatroli di dua wilayah itu. Petugas menemui dan memeriksa dokumen izin tinggal terhadap beberapa warga asing di delapan titik di wilayah itu selama sepekan. Dari sejumlah warga asing yang ditemui di pusat keramaian itu, ada SA dan JN yang diduga melakukan praktik prostitusi.
“Masih dilakukan pemeriksaan secara intensif di kantor Imigrasi Ngurah Rai,” terang Suhendra.
Sebelumnya, imigrasi telah mendeportasi dua perempuan Tanzania berinisial SEK (33) dan AFM (29) karena terlibat prostitusi atau menjadi penjaja seks di Bali. Mereka menggunakan aplikasi Tinder dan WA untuk menjajakan diri.
“Tim intelijen menemukan bukti bahwa SEK menggunakan aplikasi Tinder dan WhatsApp pada ponselnya untuk menjajakan diri dengan tarif mulai dari Rp 1,5 juta per jam,” kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Pramella Pasaribu dalam keterangannya, Jumat (7/6/2024).
“Terdapat indikasi AFM terlibat dalam bisnis prostitusi dengan menjual dirinya melalui media online dan aplikasi aplikasi kencan seperti kasus pada SEK,” imbuh Pramella.
Selama berada di Bali, SEK juga jadi pergunjingan karena aktivitasnya sebagai wanita open BO. Banyak warga melaporkan kelakuan SEK yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
“SEK sempat mengelak atas bukti tersebut dengan alasan ponsel miliknya sempat digunakan oleh temannya,” kata Pramella.(IB.S) Editor: Made Wahyu