PUBLIKA-Di mana pun wartawan berkarya—baik di platform cetak, online, radio, televisi, maupun media baru seperti podcast—sikap cerewet adalah hal yang harus dimiliki dan bahkan didorong. Sikap ini bukan sekadar kebiasaan, melainkan modal penting agar wartawan dapat menggali informasi secara rinci dan akurat dari narasumber.
Ketakutan untuk disebut cerewet sering kali menjadi penghambat bagi seorang wartawan dalam menjalankan tugasnya. Padahal, cerewet tidak akan membawa wartawan terjerat masalah hukum asal tetap mematuhi kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Karena itu, sangat penting bagi setiap wartawan untuk memahami serta membaca kedua aturan tersebut agar tidak tersesat dalam peliputan dan wawancara.
Seorang wartawan yang banyak diam atau kurang aktif bertanya selama proses wawancara sering dianggap sebagai wartawan yang malas dan kurang menunjukkan greget dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Dalam konteks ini, cerewet berarti aktif dan kritis dalam bertanya, menggali setiap detail yang diperlukan agar narasi yang dihasilkan lengkap dan tidak bias.
Tidak jarang wartawan senior yang lebih santai dan banyak bicara ngalor-ngidul, bahkan sesekali memberikan pujian kepada narasumber saat di luar wawancara. Namun, ketika berada dalam momen wawancara, wartawan harus berubah menjadi sosok yang kritis dan cerewet, menggunakan keahlian bertanya untuk mendapatkan fakta yang utuh.
Sikap cerewet ini bukan hanya soal banyak bertanya, tetapi bagaimana setiap pertanyaan dirancang untuk menguji keabsahan informasi, menyingkap fakta tersembunyi, dan membuka sudut pandang baru yang mungkin belum terungkap.
Pimpinan Media online Nasional publika.co.id dan borneoku.co I Made Wahyu Rahadia menggambarkan wartawan sebagai sosok cerewet yang pantulan dari pikiran kritis. Pikiran ini digunakan sebagai alat untuk menggali kebenaran yang sesuai dengan nalar sehat dan fakta, bukan kebenaran yang dipaksakan oleh penguasa atau kelompok berkepentingan.
Mengutip kata-kata Napoleon Bonaparte yang populer, “Wartawan itu cerewet, pengecam, penasihat, pengawas, penguasa, dan guru bangsa. Empat surat kabar musuh lebih aku takuti daripada seribu bayonet.” Hal ini menunjukkan bahwa wartawan memiliki peran penting sebagai pengawas kekuasaan dan penjaga kebenaran demi kepentingan masyarakat luas.
Agar kecerewetan wartawan tidak disalahgunakan dan tetap dalam koridor profesionalisme, pemahaman mendalam terhadap kode etik jurnalistik serta Undang-Undang Pers menjadi mutlak. Kode etik memastikan bahwa wartawan bertindak adil, objektif, dan bertanggung jawab ketika melakukan peliputan dan penyampaian berita kepada publik.
Dengan demikian, cerewet menjadi bukan sekadar bertanya banyak, tetapi juga mengedepankan integritas dan prinsip etika, sehingga informasi yang disajikan tidak menyesatkan dan dapat dipercaya masyarakat.
Wartawan yang cerewet mampu membuka tabir informasi yang kadangkala sengaja disembunyikan atau diputarbalikkan oleh pihak tertentu. Sikap kritis memaksa narasumber untuk memberikan jawaban sejelas dan setransparan mungkin, mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Dalam konteks sosial dan politik, wartawan cerewet berperan vital dalam mengungkap ketimpangan, pelanggaran hukum, serta berbagai persoalan publik yang perlu mendapatkan perhatian dan solusi.
Era digital membawa kemudahan sekaligus tantangan bagi wartawan. Informasi beredar sangat cepat dan bebas, kadang tanpa filter dan verifikasi. Sikap cerewet jadi makin penting agar wartawan tetap dapat memilah fakta dari hoaks, serta memberikan narasi yang kredibel.
Selain itu, wartawan harus siap menghadapi tekanan dari berbagai pihak yang tidak ingin informasi tertentu terbuka. Beban mental dan risiko konflik kerap menghantui wartawan yang cerewet, sehingga diperlukan keteguhan dan keberanian yang kuat untuk tetap menjalankan tugas dengan profesional.
Cerewet adalah bagian integral dari profesionalisme wartawan. Tanpa sikap cerewet, informasi yang didapat bisa dangkal, tidak lengkap, dan berpotensi menyesatkan masyarakat. Sebaliknya, dengan cerewet, wartawan mampu menjadi penjaga kebenaran, pengkritik kekuasaan, serta penyampai berita yang dapat dipercaya.
Wartawan harus terus belajar mempertajam kemampuan bertanya, memahami kode etik, dan mengedepankan integritas dalam profesinya. Dengan demikian, wartawan tidak hanya menjadi pengumpul informasi, tetapi juga agen perubahan yang membantu masyarakat mendapat informasi yang jelas, akurat, dan bermanfaat.
Jadi, jangan takut dibilang cerewet! Karena cerewet adalah bentuk kecerdasan dan keberanian wartawan dalam menggali kebenaran demi kepentingan masyarakat luas. Wartawan yang cerewet adalah pilar penting dalam menjaga transparansi, keadilan, dan demokrasi di negeri ini.
Penulis; Made Wahyu Rahadia





