PUBLIKA TANJUNG SELOR-Laporan yg kami lakukan di polda kaltara hari ini tentang dugaan ujaran kebencian, provokasi, intimidasi dan sara yg dilakukan salah satu paslon bupati-wakil bupati ktt dgn inisial (IA) krn tdk bersesuaian bahkan tidak dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan negara kita.
Sebagai jubir paslon Said Agil-Hendrik (SAH) nomor urut 1 menyampaikan agar diketahui publik bahwa pelaporan atas ujaran kebencian, hasutan, intimidasi, provokasi mengatasnamakan sara (suku, agama, ras & antar golongan) tak sepantasnya dilakukan oleh calon pejabat publik karena calon dan atau pejabat publik merupakan pigur (public figure) yg menjadi panutan masyarakat luas. Hari ini tim hukum paslon SAH sudah melakukan pelaporan ke polda kaltara disertai bukti yg cukup
.
Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan kepada awak media, masyarakat kaltara wabil khusus masyarakat ktt sekaligus menanggapi framing yg dilakukan paslon Ibrahim Ali-Sabri (BAIS) bahwa pak Said Agil “Arogan”, “Tdk beradab” akibat tdk mau berjabat tangan pasca pencabutan nomor.
Framing yg dilakukan paslon BIAS yg mendiskreditkan paslon SAH tdk pernah ditanggapi oleh pak Said Agil krn beliau berpendapat “ngapain menghabiskan energi untuk membalas hal-hal yg tdk substansial”. Namun kami dari tim pemenangan SAH merasa perlu menyampaikan kepada khalayak luas duduk persoalan sesungguhnya.
Pak Said Agil bukanlah seorang politisi namun beliau adalah seorang birokrat dimana jenjang karir birokrat beliau tdk ujug-ujug atau tiba-tiba menjadi sekda (sekretaris daerah) ktt namun dimulai dari bawah sesuai aturan perundangan yang berlaku, termasuk perundangan yg mengatur tentang disiplin ASN, maka tdk mungkin seorang birokrat bisa sampai pada jenjang karir puncak yaitu sekda ktt melakukan tindakan tdk beradab sebagaimana yang dituduhkan.
Selama pak Said Agil menjadi sekda ktt, peran beliau selalu diambil alih bupati ktt langsung padahal peran koordinatif, harmonisasi, simplikasi dll merupakan peran sekda sesuai perintah undang-undang.
Manakala pak Said Agil memutuskan untuk maju sebagai calin bupati, beliau segera mengajukan pensiun dini dari asn dan dari jabatan beliau selaku sekda sebagai bentuk kepatuhan beliau terhadap peraturan perundang-undangan yg berlaku. Namun pengajuan pensiunan dini yg dimohonkan beliau selalu dihalang-halangi bahkan jabatan beliaupun diturunkan dari sekda menjadi sekretaris dinas, artinya turun 3 (tiga) level yg tdk ada yurisprudensinya di daerah lain di indonesia.
Tentu penurunan jabatan tersebut tidak bersesuaian dgn aturan apatah lagi penurunan jabatan tsb tdk dpt rekomendasi dari Kemendagri dan BKN. Pasca penurunan jabatan, pak Said Agil diminta segera mengosongkan rumah jabatan dlm tempo yg se singkat-singkatnya.
Selain itu pak Said Agil selama menjadi sekda sangat tdk setuju dgn gaya kepemimpinan pak IA yg sesuka hatinya memindahkan ASN yg tdk disukainya dgn nota dinas, menempatkan orang dan atau ASN utk memata-matai asn dan warga yg tdk sepaham utk diambil tindakan tegas atas nama bupati, sehingga keakraban dan harminisasi antar wrga ktt menjadi terganggu bahkan tegang.
Hal ini dapat kita lihat di cafe, warung kopi, warung makan bila ada warga yg diduga tdk sepemahaman yg ikut ngopi mereka lebih memilih bubar menjauh sehingga menghilangkan keakraban dan keintiman abtar warga. Akibat logisnya banyak warung-warung sepi pengunjung.
Praktek penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) massive di pemda ktt dan sangat melukai nurani masyarakat ktt olehnya perlu dan harus dihentikan dgn regim pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Said Agil-Hendrik. (Rdk)