Denpasar, Publika.co.id – Pengamat Kebijakan Publik dan Politik I Gde Sudibya menyoroti pemelihara Landak mengalami proses hukum, bisa kena hukuman penjara, gambaran dari fenomena penegakan hukum yang “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
Dari para akhli zoologi diperoleh pengetahuan, keunggulan alami yang dimiliki binatang ini kepekaannya yang tinggi terhadap lingkungan yang mengancam, memberikan respons cepat terhadap ancaman yang dihadapi, plus jangkauan pandangannya yang jauh ke depan.
Di sejumlah sekolah bisnis ternama dunia, termasuk di Havard Budiness School, studi kepemimpinan bisnis, merujuk kepada keunggulan komparatif yang dimiliki Landak, sehingga lahir kajian tentang keunggulan kompetitif kepemimpinan bisnis yang berciri kuat: kepekaan tinggi dalam menditeksi perubahan lingkungan bisnis dan meresponsnya secara cepat. Plus, ketajaman perumusan visi, dengan program aksi terukur, lengkap dengan kecerdasan implementasi (XQ), dengan tolok ukur akurat, KIP (Key Performance Indicators).
Fenomena Landak ini, jangan-jangan merupakan kritik terhadap masyarakat yang tidak lagi punya kepekaan rasa terhadap lingkungan, nyaris (maaf) menyerupai Togog (meminjam istilah seorang rokhaniwan), berpikirnya jangka pendek (shorterism), “aji mumpung”, sikap mental “menerabas” (meminjam istilah antropolog ternama UI Prof.Kontjoroningrat).
“Barangkali Alam telah memberikan signal (sasmita) agar masyarakat lebih berefleksi dan mawas diri,” ujar Minta
Sebelumnya, Rombongan Pemerhati Ampik Cendekia mengunjungi tempat tinggal I Nyoman Sukana, di Bongkasa, Badung, Bali. I Nyoman Sukena terancam 5 tahun penjara gara-gara memelihara Landak Jawa di Badung, Senin (9/9).
Pada kesempatan itu, hadir Nyoman Baskara, Agus Maha Usadha, I Ketut Donder, Ph.D., I Ketut Ngastawa dan Ketua DMC Ir. Nyoman Mahardika. Kedatangannya diterima oleh pihak keluarga Nyoman Sukena.
Mereka merasa prihatin dan berempati karena warga Bali memelihara landak. Salah satu keluarga mengiformasikan Nyoman Sukena mendapatkan landak dari pamannya.
Sebagai penyayang hewan landak tersebut dipelihara. Sempat pula dilepas ke alam bebas, namun hendak karena apa landak tersebut kembali ke rumah Nyoman Sukena yang tergolong asri.
Mengingat beberapa kali seperti itu, akhirnya Nyoman Sukena yang dikenal sebagai penyayang hewan membuat kandang untuk Landak tersebut.
Sepasang Landak tersebut beranak pinak menjadi empat ekor. Nyoman Sukena tidak menyangka landak-landak itu ternyata hewan langka.
Nyoman Sukena ditangkap polisi pada awal Maret 2024 atas laporan masyarakat. Dia kedapatan memelihara empat landak di rumahnya.
Empat ekor landak yang dipelihara Sukena adalah Landak Jawa (hysterix Javanica). Landak tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi.
Saat ini, kasus tersebut tengah disidangkan di PN. Denpasar. Kasus tersebut menjadi viral di medsos dan mendapatkan banyak tanggapan dari berbagai pihak, termasuk nitizen yang menginginkan agar Nyoman Sukena dibebaskan.
Nyoman Sukena tidak niat lain terhadap keberadaan landak-landak tersebut, kecuali rasa sayang untuk menjaga dan memeliharanya.
Upaya untuk melepaskan landak-landak tersebut telah pernah dilakukan, namun Landak-Landak kembali datang ke rumah Nyoman Sukena memelihara landak yang di dapat dari kebunnya.
Bahkan pengakuan dari salah satu paman Nyoman Sukena Landak tersebut pernah digunakan tiga kali sebagai kelengkapan prosesi piodalan di desa setempat. “Landak-landak ini telah tiga kali digunakan dalam prosesi piodalan di desa. Termasuk hewan-hewan lainnya,” tegas pamannya.
Dengan adanya kasus yang menimpa Nyoman Sukena yang kemudian menjadi viral dengan berbagai tanggapan yang pada intinya meminta agar Nyoman Sukena dibebaskan.
Praktek penegakan hukum seperti yang menimpa Nyoman Sukena seolah-olah membenarkan persepsi publik bahwa hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.
Apalagi berita Nyoman Sukena disandingkan dengan salah satu pejabat yang sedang bermain-main dengan hewan yang nota bene dilindungi. Hal itu disampaikan Ketut Ngastawa.
Sementara itu, Nyoman Baskara bersama Ketut Donder, Ph.D ingin mengetahui tempat Nyoman Sukena memelihara Landak. Ia pun merasa prihatin sesama warga Bali yang niatnya memelihara daripada jadi hama di kebun. Oleh karena ketidakpahaman dan tiadanya sosialisasi membuatnya harus berurusan dengan hukum.
(IB.S)