Menggali Kontroversi Larangan Bisnis TNI: Dilema Antara Kesejahteraan dan Profesionalisme

Kamis, 13 Maret 2025

PUBLIKA TANJUNG SELOR-Media publika.co.id  mengupas kontroversi seputar rencana penghapusan larangan bisnis bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dengan sudut pandang yang beragam dari berbagai pihak, mulai dari pembelaan prajurit akan hak berusaha hingga kekhawatiran akan dampak terhadap profesionalisme dan pertahanan negara.telusuri lebih lanjut mengenai perdebatan yang mengemuka seputar masalah ini.

Polemik mengenai larangan TNI terlibat dalam kegiatan bisnis telah menjadi sorotan utama. Meskipun beberapa pihak mendukung langkah ini, wacana untuk melegalkan keterlibatan TNI dalam dunia bisnis kembali mencuat belakangan ini. Diskusi seputar revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau RUU TNI di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin memanas, menciptakan perdebatan yang kompleks.

Baca juga  Kodim 0910/Malinau Bangun Sumur Bor, Santri Menyambut Penuh Gembira

Di satu sisi, ada pemikiran yang mendukung penghapusan larangan bisnis bagi prajurit TNI. Mayor Jenderal TNI AD (Purn.) Rodon Pedrason, sebagai penasihat di Defense Diplomacy Strategic Forum, berpendapat bahwa prajurit juga membutuhkan sumber pendapatan tambahan untuk mengatasi kekurangan, terutama setelah pensiun di mana pendapatan pensiunan hanya sebesar 70% dari gaji pokok mereka.

Namun, di sisi lain, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M. Isnur, bersama dengan koalisi masyarakat sipil, menilai bahwa penghapusan larangan bisnis bagi TNI merupakan langkah keliru. Mereka berpendapat bahwa TNI seharusnya berkonsentrasi pada tugas utamanya dalam pertahanan dan keamanan negara, bukan terlibat dalam dunia bisnis yang dapat mengganggu profesionalisme dan fungsinya.

Baca juga  Kapolda Kaltara Terima Kunjungan Perwakilan PT KIPI, Bahas Sistem Pengamanan

Terkait hal ini, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti juga mengecam upaya untuk mencabut larangan berbisnis bagi TNI, mengingat potensi dampak negatifnya terhadap kemandirian dan profesionalisme militer. Kritik juga muncul dari berbagai sudut pandang terkait kemungkinan penyalahgunaan kewenangan bisnis oleh elite TNI, yang dapat membuka peluang bagi praktik korupsi dan intervensi politik yang merugikan.

Baca juga  Dukungan DPRD Kota Tarakan: Terhadap Langkah Serius Kasat lantas Tarakan Untuk Mengandeng Steakholder Terkait dan Para Pelaku usaha dalam Menangani Parkir Liar Guna Mencegah Kemacetan dan Kecelakaan.

Kini, dengan jadwal pembahasan RUU TNI yang semakin dekat, pertentangan antara kepentingan kesejahteraan prajurit dan aspek profesionalisme militer semakin memanas. Sebuah dilema etis dan praktis pun muncul di hadapan kita, mengharuskan kita untuk merenungkan dampak serta implikasi dari setiap keputusan yang diambil terkait dengan peran TNI dalam dunia bisnis. Dengan harapan agar keputusan yang diambil dapat menjaga keseimbangan antara melindungi kepentingan prajurit dan memperkuat institusi pertahanan negara. Semoga kesadaran akan integritas dan tujuan mulia TNI senantiasa terjaga dalam setiap langkah yang diambil.(MD)

Bagikan:
Berita Terkait